Ad Section

Selamat Datang di Media Online Kampung Dames, Medianya Untuk Berkreasi dan Literasi

Butir Mimpi Bocah Penunggu Sawah

Karya Baiq Rita
Sawah adalah rumah kedua bagi Isparniati (12). Hari-harinya dihabiskan di pematang sawah, karena menjaga bulir-bulir padi yang mulai menguning dari serangan burung-burung pemakan padi. Sebenarnya, diusianya yang masih “bau kencur”, dia belum pantas untuk menanggung tugas berat ini. Tetapi, itulah sekelumit kehidupan kaum papa. Dia harus membantu kakek dan neneknya menunggu sawah, agar panen kelak melimpah. Di balik tugas berat dan keterbatasannya, dia tetap menggantungkan cita-citanya untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi selain mengharapkan ibu dan bapaknya bersatu kembali.

Panas hari itu masih menyengat. Jarum jam menunjukkan pukul 12.30 siang saat siswa sekolah dasar bergegas pulang. Langkahku terhenti seketika melihat bocah bocah riang yang berbaris dengan pakaian seragam sedikit  lusuh baru pulang sekolah. Rasa haru ketika kupandangi bocah itu satu persatu, sebagian memakai sepatu sebagiannya tidak, kaki mereka berbalut debu hingga kulit seperti dilumuri semen tak pernah mereka hiraukan. Keceriaan yang diiringi senda gurau membuat rasa lelah mereka tak terasa walaupun berjalan kaki 8 hingga 9 km dari sekolah menuju rumah yang sangat jauh.

Jarak tak menghalangi, asal mampu menggapai asa dan cita cita, itulah yang menjadi semangat belajar sebagian bocah di dusun Sekendang, ujung selatan kabupaten Lombok Tengah, sebuah desa yang masih tertinggal dan terisolir dari desa-desa lainnya. Berjalan 8 hingga 9 km setiap hari untuk menempuh sekolah dasar tak pernah menyurutkan semangat mereka untuk belajar tak terkecuali Isparniati, bocah yang telah ditinggal cerai oleh orang tuanya sejak kecil dan hanya tinggal bersama kakek dan neneknya.

Kondisi ekonomi yang sangat sulit memaksa Isparniati bocah yang masih duduk di bangku kelas VI sekolah dasar ini  harus dewasa di saat usianya yang masih sangat belia. Sepulang sekolah ia harus menyabit rumput serta menjaga sawah dan padi tetangga agar tak dimakan burung hingga senja menjelang.

“Ada rasa iri ketika melihat teman teman sebaya bermain, disaat mereka senang bermain saya harus menjaga sawah dan menyabit rumput. Hampir tak ada waktu yang tersisa kecuali malam untuk fokuskan diri mengulangi pembelajaran di sekolah.” Paparnya waktu duduk di pematang sawah senja itu.

Ditinggal cerai oleh kedua orangtuanya sejak kecil, dan ibu menjadi TKW yang tak pernah pulang, ayah yang hanya pernah bertemu ketika masih berumur 4 tahun membuatnya rindu akan hangatnya suasana keluarga begitu dalam dia rasakan. Uang saku yang hanya Rp 2000 dengan  jarak sekolah yang cukup jauh tak pernah membuatnya mengeluh dan menyurutkan niatnya untuk belajar, walaupun sesekali ia menelan ludah ketika tak mampu menikmati jajanan seperti kawan-kawanya yang lain.

Teman kelasnya pun sering merasa iba dengan kondisi dan keadaan Isparniati, ’’Sesekali ketika kami mempunyai uang jajan lebih, kami selalu berbagi kepadanya dan selalu bermain bersama, tak pernah saling membedakan karena kami selalu saling membantu.’’ papar Azizah, teman kelasnya di Sekolah Dasar.

Dengan menunggu sawah dan ditinggal keluarga secara tidak langsung telah mengajarkannya banyak hal, walaupun bukan pelajaran eksak atau pun sains seperti yang dipelajarinya di Sekolah Dasar. Sabar adalah sikap utama yang ia lakukan untuk menghadapi semua cobaan dan masalahnya untuk bisa menjadikannya selalu bersyukur .
‘’Jangan pernah mengeluh. Garis nasib telah ditentukan oleh yang di atas.’’ itulah yang selalu disampaikan kakeknya ketika sesekali ia merenungi nasib dan keadaanya.

Ada dua hal yang menjadi mimpi dan harapannya, ’’ingin ibu dan ayah pulang dan bersatu kembali serta melanjutkan sekolah sampai ke jenjang pendidikan paling tinggi yang tentunya agar bisa membalas jasa kakek dan nenek.’’ begitulah paparnya dengan wajah polos dan mata yang berkaca-kaca. Senja menyapa, matahari telah kembali keperaduannya, membuatku harus meninggalkan daerah Sekendang dengan sejuta cerita dan pesona, tak terkecuali Isparniati sang bocah penunggu sawah yang secara tidak langsung mengajarkanku dan menggugah hati untuk selalu ikhlas dan bersyukur.